Pages

Kamis, 30 Desember 2010

Akhirnya di Hari ini

Seperti ini kira-kira ketika semuanya saya alami hingga sampai pada hari ini.....

8 Tahun yang lalu, tepatnya 11 April 2002...

Awal dimulai saya hidup tanpa ada mama... butuh 3 bulan untuk bisa mengurai dan mengakui bahwa benar mama saya sudah tiada dan tak mungkin kembali... butuh satu tahun merasakan bahwa kehilangan mama membuat saya hidup dalam ketakutan dan kecemasan... Ketakutan bahwa Bapa saya akan menikah lagi dan saya pun akan kehilangan seluruh perhatiannya.... saya tentu TIDAK AKAN MERELAKANNYA..... saya memang tak pernah mengakui pada bapa saya bahwa saya membutuhkannya HANYA untuk saya dan saya tidak rela membaginya dengan siapapun kecuali ibu sukmaku... Maka tidak mungkin ada pernikahan kembali... Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan saya coba menutupi ketakutan dan kecemasan saya ini dan bergumul seorang diri dan merasa tidak memiliki sekutu untuk memperjuangkan agar bapa saya setia menjomlo... Namun akhirnya suatu malam, bapa mengajak saya berbincang dan menyatakan janjinya bahwa dia tidak akan pernah menikah lagi... dan dia mengatakan bahwa dalam hidupnya saat itu hanya ada saya!(kami pun saling berpelukan sambil menangis).... Dalam hati saya pada saat itu berteriak bahwa saya sangat menyanyangi bapa lebih dari apapun.. Kami berjanji untuk saling semangat... Bapa untuk saya dan saya untuk Bapa...

Namun kehidupan kami tidak selalu indah.... setelah kehilang mama.. kami pun harus merelakan kehilangan semua kenangan manis kami sebagai sebuah keluarga kecil dalam sebuah rumah sederhana.... Kami harus menjual rumah kami demi alasan bertahan hidup dan tetap berusaha demi lebih baik.... walau pada perjalanannya tidak semudah yang direncanakan.... singkatnya kami justru kehilangan semuanya.... Sebelumnya, menjual rumah tsb buat saya sangat berat karena berarti meninggalkan seluruh kenangan masa kecil, remaja dan seluruh kenangan kami sebagai sebuah keluarga kecil.... Namun saya pun harus menyerah pada himpitan ekonomi yang kami alami...

Kehilangan demi kehilangan sepertinya sesuatu hal yang biasa buat saya untuk beberapa tahun selanjutnya.... hingga akhirnya 2 tahun yang lalu bapa memutuskan untuk pulang kampung.... Pada saat itu sebagian diri saya merasakan bahwa saya betul2 GAGAL... saya tidak mampu mempertahankan satupun yang dipercayakan, namun sesuai janji saya kepada bapa bahwa saya akan kuat maka bapa pun akan kuat! Akhirnya memaksa saya kuat untuk hidup sendiri di Jakarta terpisah jarak dan pulau walau jiwa kami selalu berpadu....

Sebuah perpisahan memang tidak mudah... terbukti 1 tahun kemudian bapa terkena strokenya yang pertama... Dia jatuh dan tidak bisa tidur semalaman... Jauh di jakarta, pada malam yang sama anaknya (saya) memang sedang menangis semalaman akibat rindu dengan kedua orang tuanya... rindu kebersamaan yang dulu dimiliki... Saya sempat pulang kampung untuk menjenguk bapa dan mulai saat itu saya berjanji pada diri saya tidak akan menangisi hidup yang saya alami dan tidak akan terlalu memikirkannya karena bapa pasti akan merasakannya juga. Demi alasan menjaga 'feeling' bapa maka saya tidak akan bersusah hati....

Tetapi 2 bulan yang lalu.... Bapa kembali terjatuh dan mengalami stroke....
Perasaan saya campur aduk, sebagian diri menyatakan siap sebagiannya lagi menentang mati-matian.....

Saya memiliki kepekaan terhadap kematian dan segala hal menyangkut bapa saya.... Perasaan saya menyatakan tidak banyak waktu tersisa (mungkin) sehingga tanpa pikir panjang saya pun kembali pulang kampung untuk menjenguk bapa... Keadaannya jauh lebih buruk dari tahun lalu... Bapa semakin tua dan kurus, dia sudah susah sekali berjalan dan memakai pampers agar tidak sering mengompol.... melihat keadaannya hati saya menangis, namun saya tidak boleh menangis saya tidak mau bapa lihat anaknya ini cengeng... Kepukangan saya kali ini betul-betul saya manfaatkan untuk berkali-kali menciumnya, memeluknya dan mengatakan bahwa saya amat menyanyanginya.... Saya habiskan waktu disampingnya, memandikannya, mengajarinya cara berjalan, menjaga tidurnya... Suatu hari dia meminta saya untuk kembali datang bulan Januari (2011) dan saya bahkan sempat bertanya dan meminta dia berjanji bahwa bulan januari itu bukan bulan kematiannya!! Saya meminta bapa saya berjanji tidak akan mati! Dan ia berjanji.....

Namun ketika meninggalkan Bapa dan harus kembali ke Jakarta, ada perasaan sangat pilu yang saya rasakan.... Saya tidak sanggup sebetulnya meninggalkannya sendirian, sampai saat ini masih jelas wajahnya dan betapa saya sangat merindukannya... Bapa menatap saya seakan berkata bahwa dia sangat kesepian tanpa saya....


Saya kembali ke Jakarta, kembali bekerja walau perasaan saya tidak pernah tenang.... Setiap hari saya menelepon bapa, mendengarnya sudah semakin jelas berbicara membuat saya sedikit lebih tenang.. Kami sering bercanda ditelepon dan diakhir telepon saya tidak lupa mengatakan "Bapa, aku sayang bapa..mmmuahh" dan bapa saya pun tersenyum...


Namun ternyata itu hanya sebentar, Jumat 3 Desember 2010 bapa sudah tidak dapat berbicara dengan saya... lewat telepon saya bilang "Bapa jangan tinggalkan saya, saya butuh Bapa untuk bertahan dan kuat"........... dari jauh bapa bilang iya...... tetapi akhirnya hari senin malam tanggal 6 desember dibawa ke Rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri....


7 Desember 2010, saya lihat laki-laki yang sejak kecil saya kenal sangat kuat, tangguh bahkan sedikit menakutkan buat yang belum mengenalnya terkulai tak sadarkan diri dengan banyak selang melilit tubuhnya... Untuk bernafas ada selang khusus yang membantunya tersambung pada tabung oksigen berukuran besar... Pada mulutnya ada selang khusus yang dibuat untuk memberikannya makan setiap hari... pada lengan kirinya tersambung infus, dan lengan kanannya terpasang alat pengukur tekanan darah yang sengaja tidak dilepas karena per15 menit bapa harus diperiksa.... Demi TUHAN saya tidak tega melihatnya, DEMI TUHAN saya tidak rela dia menderita karena saya pun merasakan betapa sangat sakit.... Saya lemas dan tidak mampu berkata apapun melihat lelaki yang salema ini menjadi alasan saya bertahan hidup menyerah seluruh hidupnya pada selang2 itu.... dan melihatnya bernafas dengan seluruh kekuatan yang tersisa... bapa, apa yang harus aku lakukan??? Saat itu saya menangis untuk derita yg dialaminya......

Saya tidak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk mandi satu kali dan menghirup udara segar merefresh kewarasan yang saya miliki.... Saya tidak bisa tidur malam, saya harus memastikan bahwa bapa saya terus bernafas dan tetap hidup... jadi walau diminta tidur saya hanya menutup mata tetapi tidak sungguh2 tertidur...

Hari berikutnya, entah kekuatan apa yang saya miliki... saya pun memilih berdoa bersama bapa dan mulai menyerahkan seluruh keputusan kepada TUHAN yang Maha Pengasih.... berkali-kali saya berdoa BAPA KAMI di telinga bapa... dan saya mulai berbicara dengan bapa....saya membantu bapa bersiap dan juga menerima apapun keputusan TUHAN... Tanpa lupa saya menyampaikan peluk cium dari beberapa kerabat, menyampaikan salam dan doa yang diberikan para sahabat dengan menyatakan nama mereka masing-masing... terlihat air mata bapa menetes.... Oh Tuhan betapa bapaku berjuang bertahan....


10 Desember 2010 pagi
Dokter bertanya kepada saya apa yang ingin ditanyakan.... dari jawaban saya tau waktu bapa tidak lama lagi.... maka saya pun memanfaatkannya dengan maksimal... saya peluk dan cium kening bapa berulang-ulang kali... Malam sebelumnya memang saya katakan kepada bapa sebagai berikut : " Bapa, jika bapa rasa bapa sanggup untuk bertahan dan sembuh aku siap berjuang bersama bapa... namun jika bapa tidak sanggup aku siap menerimanya dan aku berjanji kuat dan bertahan hidup untuk memuliakan keluarga... tetapi aku minta bapa pergi dengan tenang dan damai sejahtera.. bapa tidak perlu khawatirkan aku, aku akan bertahan"... sejak itu bapa bernafas lebih tenang...


Sore hari di tanggal 10 desember, sekitar jam 4an.... para perawat terlihat sibuk dan wajahnya cemas.... pukul 17an, dokter jaga bertanya siapa keluarga dari bapa... maka dokter pun akhirnya menyatakan kepada saya bahwa kondisi bapa mengkhawatirkan dan kita hanya mampu berdoa menyerahkan kepada Tuhan... Posisi tidur bapa pun mulai diturunkan menjadi 45derajat, walau selang oksigen dan infus masih terpasang dan bapa tetap diperiksa tekanan darahnya.... petang hari, tanpa diduga pendeta datang berkunjung.... maka akhirnya pun kami berdoa kembali menyerahkan bapa kepada keputusan Tuhan... Sejak kepulangan pendeta, maka saya pun tetap disamping bapa walau sempat sesaat mengisi perut agar tidak sakit dan tumbang....


Detik demi detik menjadi kenangan yang tak terlupakan, terus memandang wajah bapa yang terlihat semakin tenang... sepertinya dia sudah benar siap, tidak lagi takut apalagi cemas... masih terlihat bernafas..pelan..pelan..pelan..mulutnya terlihat sedikit demi sedikit tertutup... masih bernafas...pelan..pelan..pelan...berhenti.................. 20.20 akhirnya bapa pergi dengan tenang dengan damai selama-lamanya meninggalkan saya untuk kembali dan menghadap PENCIPTANYA... satu kalimat dari saya " bou(bibi), bapa sudah selesai ya?" bou saya mengangguk dan segera dengan tenang saya memanggil perawat dan dokter jaga "Mas, tolong dipastikan sepertinya bapa saya sudah pergi".... akhirnya dokter pun memastikan bapa telah pergi.... Kami pun segera bergegas mengurus segala hal untuk memberangkatkan bapa...

Seditik kepergiannya tidak lupa saya mengatakan "Bapa, selamat jalan terima kasih untuk semuanya saya tidak pernah menyesal menjadi anak bapa... semoga saya bisa selalu membanggakan bapa. saya sayang bapa"


10 Desember 2010, pukul 20.20 menjadi hari yang tak terlupakan buat saya...
Bapa, semoga saya bisa menjaga janji saya bahwa saya akan tetap kuat!


Dan hari ini... saya menerima kenyataan bahwa saya tanpa mama dan bapa... ada ketakutan dan kecemasan bukan karena yatim piatu namun kehidupan ke depan yang saya yakin akan lebih 'menantang' dan saya harus berjuang tanpa dukungan bapa yang agak menghantui... Namun saya yakin, Tuhan pasti akan memberikan saya kekuatan yang tidak pernah saya bayangkan sama seperti kekuatan saya menemani bapa untuk kembali kepada TUHAN.... Semoga seluruh alam raya pun mau memberikan seluruh energinya untuk saya menatap masa depan yang saya yakin akan lebih baik!!

Terima kasih buat seluruh sahabat,kerabat,dan keluarga yang menudukung saya melewati 8 tahun ini hingga pada detik2 yang paling berat dalam hidup saya kiranya Kasih TUHAN sajalah yang dapat membalasnya dan memberikan rahmatNYA sebagai balasan dari kasih yang sudah kalian berikan kepada saya....

Bapa Maruli Halomoan Hutabarat dalam kenangan..... Bapa terbaik dan laki-laki nomor satu dalam hidup saya...

Bukan tempatku lagi.....

Ini hari kedua sejak kemarin sudah mulai masuk kantor....
Ada rasa yang berbeda setelah 20(dua puluh) hari tidak masuk kantor.... Persaanku terasa hampa, walau berada pada keramaian suasana ruangan... Merasa jenuh untuk ikut dalam perbincangan yang menurutku tidak ada relevansi dengan kehadiranku di tempat ini... Apakah karena subjek pembicara atau objek yang dibicarakan? Tetap saja keduanya membuatku jenuh.... 


Terdiam...... dan membiarkan diri ini berjarak pada semuanya...
Mungkin memang disini bukan lagi tempatku.....


ini bukan rumahku lagi.... tempat ini bukan lagi almamaterku... tempat ini bukan lagi ladang yang perlu kugarap.... Kebosanan, kemuakan, kemarahan menjadi satu dan tak ada satu orang pun yang paham suasana hati dan pikiranku saat ini... maka kunyatakan memang bukan tempatku lagi....


Kusiapkan hatiku untuk berkemas dan membereskan semuanya untuk melangkah maju......


Sabtu, 18 Desember 2010

Prolog

Saya lahir dengan nama Margaretta Saulina Suhartini Hutabarat dari pasangan suami istri Maruli Halomoan Hutabarat dan Sukma Mayang Mengurai br Tobing... Terlahir sebagai anak tunggal dari sebuah keluarga batak... 
Banyak yang bilang saya anak manja ketika kecil, karena orang tua saya tidak pernah mengizinkan saya untuk pergi camping atau acara menginap lainnya... Orang tua saya pun selalu melindungi saya dari berbagai kendala dan kesulitan...
Anak perempuan, anak tunggal yang setiap permintaannya pasti diupayakan terpenuhi oleh kedua orang tuanya....

Beranjak remaja, kedua orang tuanya tetap berusaha memenuhi kebutuhan....

tunggu beberapa tahun kemudian