Pages

Kamis, 17 Maret 2011

Hukum Rimba

 Lirik lagu dari marjinal Band

 Hukum Rimba   

hukum adalah lembah hitam
tak mencerminkan keadilan
pengacara juri hakim jaksa
bandingkan nilai dengan angka
ruang hukum selalu dikuasai
oleh orang orang yang beruang
hukum adalah permainan
semacam adu kekuasaan
maling maling kecil dihakimi
maling maling besar dilindungi
hukum adalah komoditas
barangnya para tersangka
ada uang kau kan dimenangkan
tak ada uang ya saygobye
dimanakah adanya keadilan
bila masih memandang golongan
yang kuat selalu berkuasa
yang lemah makin merana

Minggu, 13 Maret 2011

surat pertamaku untuk bapaku...

Pa....,

Apa rasanya bisa bareng mama lagi?
Pasti seneng ya...
Bapa sekarang pasti dah bisa jalan dengan baik dan benar lagi..
Bagaimana kabar mama? Masih cerewetkah? Masih ingin menguruskan badan kah? :P

Pa, ternyata tanpa dirimu hidupku tidak menjadi lebih baik.
Rasanya tetap saja berat. Betapa aku merindukanmu..
Masih saja terbayang wajah bapa ketika aku tinggal ke Jakarta

Sulit untuk tidak menangis ketika sadar bahwa aku harus bertahan tanpa bapa..
Betapa aku ingin sekali bisa mengulang waktu dan tak akan kubiarkan apapun memisahkan kita
Bapa, aku sangat merindukanmu...

Apakah kalian berdua tidak pernah memikirkan betapa sakitnya aku ditinggalkan?
Apakah kalian pikir aku tidak akan cengeng lagi dan bisa menjadi kuat?
Apakah kalian pikir aku mampu melewatinya?

Semua terasa berat pa, dulu alasanku bertahan adalah hanya untukmu!
Kini kau telah menyerah dan meninggalkan aku sendiri..
Orang dengan mudah dapat mengatakan kepadaku, "lo harus kuat tha,bapa lo pasti tetap bersama lo"
Tapi ada kalanya aku sangat butuh bapa...

Tahun lalu bapa lupa ulang tahunku, itu gak masalah..
Tahun ini bapa gak akan lagi mengucapkan "selamat ulang tahun ya inang"
Ucapan yang paling aku harapkan...

pa, aku tau dirimu selalu ada di dekatku..
Aku tau bapa selalu bersama aku, dan mendukung aku.
Kuatkan aku pa, kuatkan aku...

Bulan Maret di tahun yang ke-29

Maret, bulan ke-3
Maret setia datang setiap tahunnya
29 tahun lalu sepasang suami istri pada bulan Maret menantikan kelahiran anak yang mereka kasihi
Maret yang membahagiakan bagi sepasang suami istri tersebut
Maret yang menjanjikan bagi kedua calon orang tua tersebut
Entah bagaimana perasaan mereka ketika memasuki bulan Maret 1982 dulu

Maret 2011, ada yang berbeda
Maret kali ini tidak lagi sama seperti Maret tahun-tahun yang lalu
Maret yang mungkin tak pernah terpikirkan bahkan diharapkan seperti ini
Maret yang semakin terasa berat
Maret yang semakin terasa sepi...

Maret menjelang usia ke-29
Maret yang mungkin tidak penting bagi kebanyakan orang
Maret yang selalu kunantikan
Maret yang selalu menjadi bulan istimewa buatku
Maret yang selalu kuharapkan dirayakan bersama orang2 terkasihku
Maret yang menjadi bulan syukur untukku

semoga...

Sabtu, 12 Maret 2011

Kamisan ke-200

Sore itu hari kamis, 10 Maret 2011 jatuh di kamis ke-200.
Apa itu kamisan? Aku pun tidak terlalu paham apa maknanya, mengapa harus kamis bukan rabu atau hari yang lain.. Filosofi mengapa dilakukan pada hari kamis tidak terlalu kupahami, yang aku tau setiap hari kamis tepatnya pukul 16.00 hingga 17.00 paguyuban keluarga korban (penghilangan aktivis,trisakti, semangi I & II ) dan korban pelanggaran HAM lainnya berkumpul, berdiri dengan payung hitam di depan istana Presiden! Nah kamis ke-200 inilah kali pertamanya aku ikut berdiri sebagai tanda aku ikut mendukung mereka. Jujur, aku ikut karena tergugah oleh undangan ibu sumarsih (ibu korban penembakan semanggi) ketika menghadiri konferensi Nasional yang diselenggarakan oleh kantor tempatku bekerja..

Selain itu, beberapa saat lalu ada perasaan yang mendorongku untuk aktif terjun pada kegiatan seperti ini sebagai wujudnya bahwa bergerak haruslah bersama tidak mampu bergerak dengan isu masing2 tapi kita harus bergandeng dan bekerja sama. Maka dengan itu, aku ingin mengambil bagian sebagai pendukung...

Oleh sebab itu, kamisan ke-200 menjadi momentum aku hadir di acara kamisan.
Aku berangkat bersama teman-teman sekantor, kami tiba di pelataran monas sekitar pukul 15.15 karena kamisan kali ini ini dimulai lebih awal sebab ada beberapa seremonial acara peringatan. Saat tiba di tempat, ada perasaan yang menggetarkan jiwaku. entah mengapa tiba-tiba terasa bergetar, gontai dan sangat memilukan yang aku rasakan. Sekuat hati aku menahan airmata untuk jatuh berurai, rasanya sangat miris melihat ibu dan paruh baya yang berdiri dalam naungan payung hitam dan senantiasa berdiri dan diam. Diam bukan berarti pasrah dan tidak melawan, sebab dengan berdiri dibawah terik matahari, diguyur hujan adalah bentuk PERLAWANAN mereka kepada rezim yang berkuasa. Mereka hanya ingin kepastian terhadap kejadian yang menimpa mereka.. Melihat wajah-wajah tua yang sepertinya masih akan kuat berdiri setia di kamis-kamis berikutnya membuatku semakin tertusuk! Batinku ingin menjerit, betapa menderitanya mereka. Orang-orang yang mereka cintai terengut dari sisi mereka tanpa ada kejelasan mengapa mereka harus DIBUNUH!

Semakin pahit kurasa ketika melihat mbak Suciwati, istri alm Munir ketika menyampaikan orasi dan terlihat sangat kuat dan tanpa sedikit airmata yang menghiasi wajahnya. Mungkin untuknya sudah bukan waktunya menangisi apa yang terjadi, tetapi memperjuangkannya! Tak mampu kubayangkan bagaimana anak-anak cak Munir saat ini, apakah mereka sering bertanya mengapa ayahnya dibunuh?

Entah berapa lama lagi mereka dan aku harus berdiri di depan istana menantikan kepastian hukum pemerintah untuk mengusut kasus pelanggaran HAM. Namun yang pasti, kami akan terus berdiri, berdiri setiap hari kamis dibawah payung hitam karena kami tidak ingin mereka yang pergi menjadi sia-sia dan ada orang-orang yang DIBUNUH KARENA BENAR!