Pages

Jumat, 16 Desember 2011

suratku untukmu


Entah, terasa sangat pilu dan kesal hati ini tak berangsur hilang..
Mungkin aku perlu menuliskan surat untukmu, aku memang tak sempat mengenalmu bahkan apa yang aku lakukan tak sebanding dengan apa yang sudah kau lakukan. Kamu muda, usiamu saja baru genap 22 tahun. Kamu juga termasuk mahasiswa yang cerdas dan aktif mendamping para korban berdiri dengan teguh setiap kamis di depan Istana.

Melalui foto dan video dokumentasi, aku pun tak melihat bahwa dirimu sedang galau, frustrasi atau kelelahan berjuang. Tak sengaja aku pun akhirnya melihat akun FBmu dan status-statusmu tak ada satu pun status galau apalagi alay! Statusmu selalu meneriakan perjuangan, motivasi dan kemarahanmu terhadap negara dan pemerintah. Tautan yang ada di halaman facebookmu pun bukan berisi lagu-lagu cengeng tapi lagu-lagu yang menguatkan bahwa kamu teguh dan telah memilih jalan hidup memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia.

Sejak akhirnya aku tau siapa sosok laki-laki yang melakukan aksi bakar diri, dan melihat dokumentasi dan testimoni tentang dirimu tak ada keraguan sedikit pun terhadap perjuanganmu. Kamu muda, menurutku tak punya kepentingan politik apapun terhadap aksi ini selain kamu mau menyulut api pada setiap hati orang-orang di negeri ini. Kamu mau perjuangan ini lebih luas lagi dan lebih lantang, bukan hanya para aktivis atau para korban tapi kamu mau seluruh lapisan masyarakat BERJUANG MELAWAN!
Tapi mengapa tak banyak orang yang melihatnya dan mengerti pesan yang kamu sampaikan? Oh Tuhan, apakah sudah separah ini seluruh saudara sebangsaku? Sondang, ya aku buat surat ini untuk kamu Sondang Hutagalung yang menurutku tak bunuh diri apalagi menyia-nyiakan hidup aku sungguh malu dan merasa gagal sebagai manusia melihat pengorbanan yang terpaksa kamu lakukan hanya untuk menyulut rasa kepedulian kami terhadap sesama... Sungguh aku malu ito, aku lebih dulu hadir di dunia namun apa yang mampu aku lakukan? Membela nama baikmu saja aku tak bisa, tapi aku yakin bukan itu yang kamu inginkan.
Minggu ini pun minggu terakhir minggu advent, dimana lilin hampir semuanya dinyalakan menandakan natal semakin dekat, oh saudaraku nyata betul apa yang kamu lakukan menandakan sebuah nyala natal untukku. Bahwa api yang kau nyalakan yang kau korbankan adalah untuk menyalakan lilin perjuangan disetiap hati kami untuk kembali meneguhkan iman kami pada perjuangan keadilan dan kemanusiaan….
Satu tahun ini aku memilih absent tak mengunjungi gereja, namun dimalam natal nanti aku tau apa yang akan kulakukan aku akan menyalakan lilin dan menyanyikan malam kudus khusus untukmu saudaraku Sondang Hutagalung.. Biar saja orang bilang kamu galau, frustrasi, anak muda tidak kreatif lebih memilih menyia-nyiakan hidup, menyia-nyiakan INVESTASI orang tuamu, mengkhianati Tuhan, dan perkataan buruk lainnya tentangmu… Tapi aku semakin yakin bung, dirimu berkorban demi suatu hal yang hakiki dan ini adalah bentuk perjuanganmu dan dirimu ingin memberikan keselamatan.. Jika aku sedikit sok-sok alim dan membawa tafsir doktrin agama, apa yang kau lakukan sangatlah menggambarkan rupa Allahmu pemberi kasih. Begitu mengasihinya dirimu kepada para korban sehingga kau rela mengorbankan hidupmu demi membakar nyala lilin di hati kami untuk teguhnya perjuangan..

Sondang, percayalah aku akan berusaha menjaga api yang kau nyalakan tetap menyala dan berkorbar dan akan membakar ketidakadilan… Sondang menjelang natal ini, biarkanlah sekali lagi lahir ditiap hidup dan perjuangan kami keyakinan bahwa keselamatan akan terwujud sebagai hasil perlawanan kita semua. Selalu pandang kami dari atas sana ya… Terima kasih dan rasa hormatku untukmu sahabat… Terima kasih engkau sudah melahirkan cahaya padaku..

Salam

Etha

Kamis, 15 Desember 2011

Galau versi 30 tahun

Saya tak pernah punya pengalaman punya saudara kandung, baik kakak maupun adik. Sejak kecil saya ingin sekali punya adik yang saya bisa ajak berbagi dan bersama, namun Tuhan memang tak memberi kesempatan itu. Tetapi saya tak pernah merasa kesepian, dari kecil walau beberapa orang menilai saya galak tetap saja saya punya banyak teman baik pria maupun perempuan. Dari sekian teman tersebut ada beberapa teman yang saya anggap sudah seperti saudara, saya bagai menemukan saudara yang selama ini saya idam-idamkan. Saya tak pernah keberatan membagi apa yang saya punya dengan "saudara-saudara" tersebut, namun celakanya sering kali sikap terlalu "possesif" saya ini membuat saya sering sakit hati. 


Teori saya, jika saya ingin disayangi maka saya harus menyayangi terlebih dahulu. Jika ingin dihargai harus menghargai terlebih dahulu demikian pula dengan hal lainnya. Saya terbiasa memberikan kualitas terbaik saya dalam pertemanan, saya mudah sekali percaya, mudah sekali sayang, mudah sekali memberi baik pengetahuan, wawasan, pengalaman dan materi. Sebab sebetulnya saya mengharapkan sahabat saya merasa nyaman dengan saya dan dia dapat berkembang bersama saya, satu hal yang saya inginkan darinya hanya nantinya dia akan membagi kebahagiannya itu dengan saya. Saya adalah pilihan utamanya untuk berbagi...


Ketika saya remaja, sering saya pulang dari sekolah dengan muram lalu curhat kepada mama bahwa saya merasa kecewa dengan teman yang sudah saya anggap saudara karena alasan sahabat saya tersebut tak melibatkan saya atau tak mau berbagi cerita atau lebih sakitnya lagi meninggalkan saya..


Buat saya perasaan itu sangat menyakitkan, sebagai seorang gadis remaja yang belum pernah pacaran dan tak pernah ditaksir lawan jenis keberadaan para sahabat sangatlah menguatkan dan menghibur sehingga buat saya kehilangan sahabat lebih menyakitkan daripada tidak punya pacar... Sampai saat ini, hal ini masih menjadi keniscayaan saya.


Buat saya persahabatan adalah harta kekayaan yang tak dapat dinilai dengan uang, kebahagian memiliki sahabat yang mau berbagi suka dan duka buat saya ini yang menguatkan saya hingga melawati proses kehidupan saya sebagai sebatang kara. Tanpa saudara-saudara hidup saya tersebut yakin saya tak mungkin seperti sekarang ini... Namun, saat ini saya kembali mengalami kegalauan seperti ketika saya remaja dimana saya merasa kecewa dengan sahabat saya. Merasa apa yang selama ini saya berikan tak dihargai sebagai seorang kawan, saya merasa kecewa dan bingung.. Dulu mama saya pernah berpesan tak perlu terlalu dalam dalam berkawan, supaya tak terlalu sakit hati. Namun tak bisa hal itu saya lakukan, jika tak tulus dan ikhlas maka berarti saya palsu!


Hmmm, saya selalu mendukung dan membagi kepada sahabat saya, menyatakan sebuah kejujuran pun saya tak merasa takut apalagi mengakui keberhasilan dan kemampuan sahabat saya. Jujur buat saya jika sahabat saya berhasil melakukan sesuatu maka saya turut bangga dan bahagia dan pasti ada kontribusi "kecil" dari saya, ya minimal saat dia sedih saya yang menghiburnya... Namun kebiasaan saya menjadi tong sampah, apakah hanya dimaknai sebatas itu saja? 


Hfuuf..... Saat ini saya memang sedang galau terhadap beberapa orang yang saya anggap sahabat, ada rasa bingung bagaimana harus bersikap.. Ada rasa kecewa mengapa iya memperlakukan saya seperti duri yang akan menyakitinya atau lawan yang akan menjegalnya suatu saat.. Apakah dia tak mengerti bahwa saya juga ingin terus berkembang sama seperti dia yang selalu saya dukung dan berikan informasi untuk pencapaian terbaiknya... Apakah sulitnya sekedar berbagi cerita?


Ahh mungkin memang benar kata mama, mungkin orang tersebut tidak menganggap aku sahabat, saya hanya bagian dari orang-orang yang ditemuinya dalam perjalanan hidupnya.. Ya sudahlah, saya berikan yang kamu mau dan ini sudah pada kali yang terakhir saya tak mau lagi mengusahakan hati ini untuk kecewa lagi...


Sudah cukup, silahkan urus hidupmu dan saya yakin kamu tentu bisa tanpa aku... maaf jika saya menuliskannya di blog

Sondang Hutagalung

Saya hanya orang awam yang hanya tamat dan diakui kelulusannya pada jenjang D3, saya drop out dari jenjang S1.. Saya juga tak cukup cerdas dalam menulis dan jarang mencari referensi maka tulisan ini murni pemahaman saya dan pandangan saya...

Saya merasa gelisah, malu dan marah... Saya merasa perlu meneruskan apa yang sudah dituliskan, maka tulisan saya kali ini bentuk penghormatan saya terhadap bung Sondang Hutagalung yang memilih membakar diri pada tanggal 7 Desember yang sampai saat ini belum diketahui motifnya..

Saya pun tak mengenal Sondang secara pribadi, saya menjadi tau siapa sondang ketika saya hadir di screening video remind yang dilakukan Kontras pada tanggal 11 Desember 2011, pada acara tersebut sempat dibacakan testimoni dan video dokumentasi Sondang Hutagalung..

Sampai pada kesimpulan, saya merasa malu dan gagal, namun merasa punya keteguhan dan tekad bahwa perjuangan menegakan Hak asasi Manusia di Indonesia harus terus berlanjut! Saya tak mau ada lagi Sondang yang lain hingga harus berjuang dengan membakar dirinya atas kemunafikan negeri ini. Saya pun amat sangat menghargai hidup dan tak membenarkan bunuh diri, tapi saya melihat apa yang dilakukan Sondang bukan lah bunuh diri... Saya tak mampu menulis dengan benar tentang apa yang saya rasakan tentang aksi Sondang ini.. maka saya memilih menuruskan surat yang dibuat rekan gerilyawan HAM lainnya yang kerap melakukan aksi bersama Sondang, berikut suratnya

Surat untuk Sondang
(ajeng kesuma)

Sondang,
aku menuliskan surat ini ketika kau sudah tak lagi bisa hadir di tengah-tengah aksi,
katakanlah ini surat penyesalanku, yang tak peka membaca gelisahmu,
sebagai orang yang mungkin pernah berada dalam satu barisan bersamamu,
dalam aksi kamisan, dalam suara untuk munir, dalam teriakan untuk marsinah,
atau apapun itu yang menjadi bara kemarahan kita.

Sondang,
aku menuliskan surat ini untukmu sebagai bentuk permintaan maafku,
yang membiarkan gelisahmu menjadi bara yang membakar tubuhmu sendiri,
yang terlalu banyak berteriak tapi tak mampu memilih jalan keberanian sepertimu,
yang hanya bisa melantunkan doa-doa dan mencerca negara saat kematianmu,
yang memaki bangsa ini karena tetap diam menyaksikan tubuhmu yang membara perlahan menghitam dan menjadi abu.

Sondang,
aku menuliskan surat ini, agar kau bisa membacanya disana,
di rumah barumu,
tempat kau, munir, marsinah, udin, elang dan para pemberontak lainnya bertemu,
bacakanlah surat ini dihadapan mereka dengan suaramu yang lantang,
sampaikan;
bahwa jiwamu dan mereka masih hidup bersama kami,
bahwa kemarahanmu dan mereka membangunkan tidur lelap kami,
bahwa gelisahmu dan mereka membuka jalan perlawanan kami,
bahwa keberanianmu dan mereka menjadi tamparan bagi nyali kami,
bahwa perih di lukamu dan mereka mengingatkan kami pada derita di negeri ini,

Sondang,
aku menuliskan surat ini, sebagai rasa hormatku padamu,
pada keteguhan pendirianmu,
pada keras hatimu,
pada jalan pemberontakanmu,
pada cinta untuk bangsamu,
pada rasa kemanusiaanmu,
juga pada pengorbananmu,

dan jauh di dalam lubuk hati penguasa,
di balik wajah dan tubuh yang angkuh dan pongah,
mereka menangis, berteriak dan melolong
menyaksikan jelang kematianmu
tepat didepan pagar istana mereka

Sondang,
Jiwamu tetap bersama kami,
dalam barisan pemberontakan.

(‘jeng, bdg. 131211. Dalam semangat pagi, dibawah hangat matahari dari celah langit timur, kutuliskan surat ini sebagai hormat untuk Sondang Hutagalung dan mereka yang masih jadi korban penguasa).

*gambar oleh andreas isw

mohon bantuannya untuk menyebarluas pesan ini (tag, share, suggesting friends). salam pembebasan

Selasa, 06 Desember 2011

Mamaku di hatiku

hmmm....

Ini pertama kalinya aku mengungkapkan perasaan untuk mama... sebelumnya tidak pernah ada tulisan tentang aku dan mama secara khusus, karena sebetulnya aku tak begitu merasa dekat dalam artian personal dengan mama..

Kami dekat sebagai ibu dan anak, namun semasa beliau hidup dan masa remajaku sering aku merasa tidak puas dengan mamaku ini...

Perkenalkan namanya Sukma Mayang Mengurai br Tobing dilahirkan 6 Desember 1951 yang lalu dari sepasang suami istri keturunan Batak. Namanya sangat unik menurutku namun aku sangat sering mengolok2 mama dengan panggilan "busuk" alias bu sukma... Entah apa yang ada dipikiran, sering sekali aku kesal dengan tingkah dan perilaku mamaku dulu tetapi tak bisa dipungkiri dia adalah "bemperku" untuk meraih apa yang aku inginkan. Mamaku akan rela menjadi tameng kemarahan bapa karena aku telat pulang ke rumah, namun ketika mama marah sama aku tidak jarang pula dia membabi buta.. hehehe

Tetapi, ketika dia sudah tidak ada 9tahun yang lalu tepatnya 11 April 2002 semua terasa berbeda.. AKu pun merasa resah, takut mama mengingatku dengan kenangan buruk. Sebagai anak yang tidak bangga sama mama yang nilai bahasa Inggrisnya 4. Takut dicap sebagai anak yang tidak menyayanginya karena seringnya kami bertengkar dan saling teriak.

Sejujurnya, setelah tanpa mama semua terasa gelap dan membingungkan... Tidak ada lagi seseorang yang rela berkorban dan menguatkan aku, tak ada lagi yang selalu membela dan memujiku lagi... Semua menjadi mengerikan!

Jadi mamaku tersayang, walau engkau tak lagi ada bersamaku dan mungkin dulu kau mengenalku sebagai sosok yang menyebalkan... Hari ini aku mau mengaku, bahwa mamalah ratu dalam hidupku.. Mama lah sahabat terbaikku, tidak ada teman seperti mama yang tulus dan selalu mendukung aku..

Sejauh ingatanku pun, mama tak pernah menyalahkan aku selalu ada pengampunan yang mama berikan... Ma, betapa aku sangat membutuhkanmu saat ini... Betapa aku ingin seperti anak perempuan lainnya yang bisa bertukar pikiran dengan ibunya ketika mereka akan menikah, namun aku yakin dari tempat kau berada saat ini dirimu sedang memperhatikanku dan selalu menyertaiku..

Terima kasih ibu Sukma, sudah mau dan ikhlas menjadi mamaku. Sudah dengan penuh cinta dan perjuangan membesarkanku semoga pengorbananmu tidak sia-sia bagi semesta ini... Semoga aku bisa bermakna bagi sesama, terima kasih mamaku aku bangga punya mama ibu Sukma... i love you