Pages

Kamis, 15 Desember 2011

Sondang Hutagalung

Saya hanya orang awam yang hanya tamat dan diakui kelulusannya pada jenjang D3, saya drop out dari jenjang S1.. Saya juga tak cukup cerdas dalam menulis dan jarang mencari referensi maka tulisan ini murni pemahaman saya dan pandangan saya...

Saya merasa gelisah, malu dan marah... Saya merasa perlu meneruskan apa yang sudah dituliskan, maka tulisan saya kali ini bentuk penghormatan saya terhadap bung Sondang Hutagalung yang memilih membakar diri pada tanggal 7 Desember yang sampai saat ini belum diketahui motifnya..

Saya pun tak mengenal Sondang secara pribadi, saya menjadi tau siapa sondang ketika saya hadir di screening video remind yang dilakukan Kontras pada tanggal 11 Desember 2011, pada acara tersebut sempat dibacakan testimoni dan video dokumentasi Sondang Hutagalung..

Sampai pada kesimpulan, saya merasa malu dan gagal, namun merasa punya keteguhan dan tekad bahwa perjuangan menegakan Hak asasi Manusia di Indonesia harus terus berlanjut! Saya tak mau ada lagi Sondang yang lain hingga harus berjuang dengan membakar dirinya atas kemunafikan negeri ini. Saya pun amat sangat menghargai hidup dan tak membenarkan bunuh diri, tapi saya melihat apa yang dilakukan Sondang bukan lah bunuh diri... Saya tak mampu menulis dengan benar tentang apa yang saya rasakan tentang aksi Sondang ini.. maka saya memilih menuruskan surat yang dibuat rekan gerilyawan HAM lainnya yang kerap melakukan aksi bersama Sondang, berikut suratnya

Surat untuk Sondang
(ajeng kesuma)

Sondang,
aku menuliskan surat ini ketika kau sudah tak lagi bisa hadir di tengah-tengah aksi,
katakanlah ini surat penyesalanku, yang tak peka membaca gelisahmu,
sebagai orang yang mungkin pernah berada dalam satu barisan bersamamu,
dalam aksi kamisan, dalam suara untuk munir, dalam teriakan untuk marsinah,
atau apapun itu yang menjadi bara kemarahan kita.

Sondang,
aku menuliskan surat ini untukmu sebagai bentuk permintaan maafku,
yang membiarkan gelisahmu menjadi bara yang membakar tubuhmu sendiri,
yang terlalu banyak berteriak tapi tak mampu memilih jalan keberanian sepertimu,
yang hanya bisa melantunkan doa-doa dan mencerca negara saat kematianmu,
yang memaki bangsa ini karena tetap diam menyaksikan tubuhmu yang membara perlahan menghitam dan menjadi abu.

Sondang,
aku menuliskan surat ini, agar kau bisa membacanya disana,
di rumah barumu,
tempat kau, munir, marsinah, udin, elang dan para pemberontak lainnya bertemu,
bacakanlah surat ini dihadapan mereka dengan suaramu yang lantang,
sampaikan;
bahwa jiwamu dan mereka masih hidup bersama kami,
bahwa kemarahanmu dan mereka membangunkan tidur lelap kami,
bahwa gelisahmu dan mereka membuka jalan perlawanan kami,
bahwa keberanianmu dan mereka menjadi tamparan bagi nyali kami,
bahwa perih di lukamu dan mereka mengingatkan kami pada derita di negeri ini,

Sondang,
aku menuliskan surat ini, sebagai rasa hormatku padamu,
pada keteguhan pendirianmu,
pada keras hatimu,
pada jalan pemberontakanmu,
pada cinta untuk bangsamu,
pada rasa kemanusiaanmu,
juga pada pengorbananmu,

dan jauh di dalam lubuk hati penguasa,
di balik wajah dan tubuh yang angkuh dan pongah,
mereka menangis, berteriak dan melolong
menyaksikan jelang kematianmu
tepat didepan pagar istana mereka

Sondang,
Jiwamu tetap bersama kami,
dalam barisan pemberontakan.

(‘jeng, bdg. 131211. Dalam semangat pagi, dibawah hangat matahari dari celah langit timur, kutuliskan surat ini sebagai hormat untuk Sondang Hutagalung dan mereka yang masih jadi korban penguasa).

*gambar oleh andreas isw

mohon bantuannya untuk menyebarluas pesan ini (tag, share, suggesting friends). salam pembebasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar